Total Tayangan Halaman

Kamis, 15 Desember 2011

Bapak Pramuka

Bapak Pramuka
SIAPAKAH BELIAU ?

Sri Sultan Hamengkubuwono IX ( Sompilan Ngasem, Yogyakarta, 12 April 1912 - Washington, DC, AS, 1 Oktober 1988 ) adalah seorang Raja Kasultanan Yogyakarta dan Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta. Beliau juga Wakil Presiden Indonesia yang kedua antara tahun 1973-1978. Beliau juga dikenal sebagai Bapak Pramuka Indonesia, dan pernah menjabat sebagai Ketua Kwartir Nasional Gerakan Pramuka (1961 - 1974)



Biografi
Lahir di Yogyakarta dengan nama GRM Dorojatun pada 12 April 1912, HamengkubuwonoIX adalah putra dari Sri Sultan Hamengkubuwono VIII dan Raden Ajeng Kustilah. Diumur 4 tahun Hamengkubuwono IX tinggal pisah dari keluarganya. Dia memperoleh pendidikan di HIS di Yogyakarta, MULO di Semarang, dan AMS di Bandung. Pada tahun 1930-an beliau berkuliah di Universiteit Leiden, Belanda (”SultanHenkie”).
Hamengkubuwono IX dinobatkan sebagai Sultan Yogyakarta pada tanggal 18 Maret 1940 dengan gelar “Sampeyan Dalem Ingkang Sinuwun Kanjeng Sultan HamengkubuwonoSenopati Ing Alogo Ngabdurrokhman Sayidin Panotogomo Kholifatulloh Ingkang Kaping Songo”. Beliau merupakan sultan yang menentang penjajahan Belanda dan mendorong kemerdekaan Indonesia. Selain itu, dia juga mendorong agar pemerintah RI memberi status khusus bagi Yogyakarta dengan predikat “Istimewa”. Sejak 1946 beliau pernah beberapa kali menjabat menteri pada kabinet yang dipimpin Presiden Soekarno. Jabatan resminya pada tahun 1966 adalah ialah Menteri Utama di bidang Ekuin.

Pada tahun 1973 beliau diangkat sebagai wakil presiden. Pada akhir masa jabatannya pada tahun 1978, beliau menolak untuk dipilih kembali sebagai wakil presiden dengan alasan kesehatan. Namun, ada rumor yang mengatakan bahwa alasan sebenarnya ia mundur adalah karena tak menyukai Presiden Soeharto yang represif seperti pada Peristiwa Malari dan hanyut pada KKN.
Minggu malam pada 1 Oktober 1988 ia wafat di George Washington University Medical Centre, Amerika Serikat dan dimakamkan di pemakaman para sultan Mataram di Imogiri.

sumber: http://www.pramukanet.org/index.php?option=com_content&task=view&id=74&Itemid=110


Instrospeksi terhadap praktek pendidikan kepramukaan. Utamanya dalam usaha membandingkan antara gagasan Baden Powell (BP) dan kondisi objektif pendidikan kepramukaan sekarang. Mungkin usaha membandingkan itu dinilai tidak proporsional karena beberapa alasan yaitu (1) perspektif waktu yang jauh berbeda antara jaman kehidupan BP, ketika gagasan pendidikan kepanduan dicetuskan, dengan kondisi saat ini; dan (2) perspektif tempat yang berbeda, dimana kepanduan (scouting) lahir di Inggris sementara itu pendidikan kepramukaan diupayakan selaras dan serasi dengan kebutuhan masyarakat Indonesia. Namun demikian kita masih tetap wajib untuk introspeksi dalam rangka usaha meningkatkan kualitas pendidikan kepramukaan dan upaya mengangkat kembali citra kepramukaan pernah berjaya melalui usaha menggali kembali gagasan-gagasan BP.

Adalah Sri Sultan Hamengkubowono IX yang mengemukakan gagasan tentang renewing scouting, yaitu usaha memperbaharui praktek pendidikan kepramukaan. Gagasan beliau yang dikemukakan pada World Scout Conference ke-23 di Tokyo tahun 1970 memuat pemahaman tentang (1) syarat mutlak kelanjutan hidup pendidikan kepramukaan sebagai organisasi dunia adalah dengan ikut sertanya Pramuka dalam kegiatan pembangunan bangsa, dan (2) pembaharuan acara-acara kegiatan kepramukaan yang sesuai dengan aspirasi generasi muda dan kebutuhan masyarakat dengan tetap taat pada prinsip dasar metodik kepramukaan.

Gagasan Sri Sultan HB IX tersebut apabila dibandingkan dengan ide dasar BP tentang kepramukaan sepintas memang tidak ada bedanya. BP mengajarkan pendidikan kepramukaan sebagai pendekatan kependidikan dalam rangka memperbaiki mutu warga negara pada generasi yang akan datang, terutama karakter dan kesehatannya, mengganti “aku” dengan “bakti” membuat anak seorang yang efisien mengabdi pada sesama manusia. Masih menurut BP, dalam negara yang merdeka orang mudah mengatakan dirinya seorang warga negara yang baik bila ia selalu taat pada undang-undang, mengerjakan pekerjaannya, dan menyatakan pilihan politiknya, olah raga dan kegiatan-kegiatan lain dan menyerahkan kepada negara untuk memikirkan masalah kesejahteraan negara. Menurut Baden Powell keadaan demikian itu adalah warga negara yang pasif, tetapi warga negara yang pasif ini tidak cukup untuk mempertahankan isi kemerdekaan, keadilan dan kehormatan di dunia. Karena itu dibutuhkan juga warga negara yang aktif. Dalam bahasa Sri Sultan HB IX adalah warga negara yang ikut serta dalam kegiatan pembangunan bangsanya.

Namun demikian, gagasan Sri Sultan HB IX tetap memiliki visi pembaharuan. Perbedaannya terletak pada bagaimana cara pandang pendidikan kepramukaan sebagai sebuah lembaga pendidikan sesuai dengan kondisi saat ini. Apabila kepanduan pada pra kemerdekaan dan pasca kemerdekaan telah berhasil menanamkan wawasan kebangsaan dan cinta tanah air, pendidikan kepramukaan pada era pembangunan ini tugasnya lebih dari itu yaitu ikut mengisi kemerdekaan. Gagasan renewing scouting ini semakin mendesak, karena ada kecenderungan pendidikan kepramukaan berorientasi sebagai hobbi semata, belum mengkait langsung dengan kebutuhan masyarakat.

Implementasi nyata dari gagasan renewing scouting adalah dengan mengembangkan kegiatan Satuan Karya. Konsep utama dalam Satuan Karya adalah bahwa Satuan Karya bersama dengan Gugusdepan merupakan dua ujung tombak proses pendidikan kepramukaan. Kedua satuan tersebut dalam Gerakan Pramuka disebut sebagai satuan gerak. Disebut sebagai satuan gerak karena harus selalu bergerak terus, bergerak dalam arti menyelenggarakan proses pendidikan kepramukaan. Apabila gerak atau proses pendidikan kepramukaan pada satuan gerak tidak berjalan, maka esensi Gerakan Pramuka sebagai sebuah gerakan tidak mewujud. Artinya Gerakan Pramuka hanya akan menjadi organisasi papan nama.

Gagasan kedua dari konsep renewing scouting adalah upaya pembaharuan acara-acara kegiatan kepramukaan yang sesuai dengan aspirasi generasi muda dan kebutuhan masyarakat dengan tetap taat pada prinsip dasar dan metodik kepramukaan. Hal tersebut memiliki makna bahwa manakala pendidikan kepramukaan ingin tetap eksis, maka harus menyesuaikan dengan minat remaja. Masalahnya kini, mengapa setelah dicanangkan gagasan pembaharuan tersebut pendidikan kepramukaan tetap saja menjadi kegiatan yang kurang menarik? Masalah tersebut apabila dilacak akan berpangkal kepada pemahaman kita terhadap konsep pendidikan kepramukaan itu sendiri. Yaitu bagaimana kita memperlakukan pendidikan kepramukaan itu, bagaimana mengimplementasikan materi dan pendekatan pembelajarannya yang sesuai dengan minat remaja. Itulah masalahnya

http://fauziep.blogdetik.com/2012/01/29/renewing-scouting/


Mau tidak mau dalam usaha lebih memaknai pembaharuan pendidikan kepramukaan kita harus kembali mengacu kepada ide dasar BP. Hal ini tidak akan bertentangan dengan renewing scouting. Mengapa? Karena hakekat renewing scouting adalah pembaharuan kembali, ada dua landasan yang digunakan yaitu pertama mengimplemen­tasikan praktek pendidikan kepramukaan sesuai dengan kebutuhan pembangunan, kedua menyesuaikan praktek pendidikan kepramukaan dengan minat generasi muda melalui usaha penggalian kembali ide-ide dasar BP.

Ide dasar BP yaitu bahwa pendidikan kepramukaan adalah permainan gembira di alam terbuka, dimana anak-anak dan pemuda menerima pengalaman-pengalaman menarik, membina kesehatan, kebahagiaan, ketangkasan tangan dan sifat suka menolong, dibawah bimbingan orang dewasa dengan hubungan sebagai kakak dan adik. Dengan demikian pendidikan kepramukaan haruslah kita wujudkan sebagai outdoor activity. Maka apabila pendidikan kepramukaan ingin lebih memiliki makna kegiatan di alam terbuka haruslah diperbanyak. Dan kegiatan di alam terbuka itu tidaklah hanya sekedar berkemah dan hiking atau mencari jejak saja. Dalam bukunya Rovering to Success BP menawarkan aktivitas yang menarik di antaranya panjat tebing , bersepeda, penelusuran sungai, pantai dan kanal, penjelajahan, wisata jalan kaki, kunjungan ke tempat produksi dan bersejarah dan lain-lain.

Apabila mencermati uraian kegiatan yang dapat dilakukan oleh Pramuka menurut BP, maka akan timbul kesadaran kita bahwa betapa pendidikan kepramukaan telah mempersempit ruang geraknya sendiri. Yaitu hanya mengenal bentuk-bentuk kegiatan yang itu-itu saja (berkemah, tepuk dan menyanyi), sehingga bentuk pendidikan kepramukaan menjadi monoton. Karena itulah perlu adanya rekonstruksi orientasi pada seluruh orang dewasa (Pembina, Pelatih dan Andalan) yang terlibat dalam proses pendidikan kepramukaan. Rekonstruksi orientasi tersebut merupakan upaya memberikan pemahaman yang lebih luas terhadap apa yang dapat dilakukan dan diberikan kepada peserta didiknya sehingga pendidikan kepramukaan tetap memiliki keunggulan komparatif. Dan usaha-usaha tersebut akan bermakna apabila kita mau menggali kembali gagasan BP tentang kegiatan kepramukaan dengan menyesuaikan dengan kondisi masyarakat Indonesia.

Rekonstruksi orientasi ini menjadi semakin mendesak, mengingat telah terjadi kekeliruan interpretasi. Yaitu bahwa renewing scouting diartikan sebagai usaha mengeliminir paham-paham Baden Powell. Memperhatikan kondisi objektif dapat diketahui banyak Pembina Pramuka yang terjebak dengan interpretasi sempit, sehingga pendidikan kepramukaan semakin monoton. Padahal melalui penggalian gagasan BP kita akan sadar betapa gagasan-gagasan BP tentang outdoor activities justru banyak dipraktekkan oleh lembaga/organisasi bukan kepramukaan, sementara pendidikan kepramukaan masih berkutat dengan semaphore, tali temali, sandi-sandi, dan mencari jejak saja.

Usaha rekonstruksi orientasi praktek pendidikan kepramukaan, dalam rangka menegakkan gagasan renewing scouting harus tetap bertumpu pada dua hal, yaitu kegi-atan menarik sesuai dengan minat remaja dan kegiatan yang berupaya mensosialisasikan peserta didiknya kepada permasalahan dan kebutuhan bangsa dan negaranya. Utamanya dalam menghadapi pembangunan jangka panjang tahap kedua, dimana diperlukan usaha rekonstruksi orientasi pendidikan kepramukaan agar pendidikan tidak semakin jauh akar masyarakatnya. Dengan demikian niscaya pendidikan kepramukaan akan tetap diminati oleh para generasi muda.

http://fauziep.blogdetik.com/2012/01/31/rekonstruksi-orientasi-pendidikan-kepramukaan/

2 komentar:

  1. Kak Ha Te fb Jurnal Jambore12 Februari 2012 pukul 14.59

    K.H.Agus Salim, orang yang mempelopori penggunaan istilah "Pandu" untuk menggantikan istilah "Padvidery", sedang Sri Sultan Bapak Pramuka Indonesia, lihat 50 Tahun Gerakan Pramuka, lanjut tak usah dipolemikkan

    BalasHapus
  2. http://sahabatpramuka-ku.blogspot.com/2012/02/ka-kwarnas-dari-masa-ke-masa.html

    BalasHapus