Total Tayangan Halaman

Jumat, 20 April 2012

SELAMAT JALAN KARTINI


..... Selamat hari Kartini .....

Angin sumilir bertiup menerpa daun bambu yang ada dibelakang rumah Kartini, hem…sejuk sekali udara hari ini… gumam Kartini, tapi aku harus bersiap-siap mengajar anak-anak yang putus sekolah, kasihan mereka tak dapat mengenyam pendidikan formal yang layak seperti anak-anak yang lain.
“Kartini….” terdengar suara lembut memanggilnya. Kartinipun menoleh kebelakang oh Ibu... ada apa Bu? tanya Kartini kepada ibunya. Begini Nak, sore ini Ibu akan silaturahmi kerumah Bibimu mungkin pulangnya agak malam, Ibu minta tolong antarkan pakaian  yang selesai ibu jahit kerumah Bu Parti di ujung jalan sana, bisa kan..? pinta Ibunya. Sejenak Kartini terdiam,  Ia tidak bisa menolak perintah Ibu yang sangat dihormatinya. “Insya Allah Bu akan Kartini antar, tapi boleh kan Bu setelah mengajar anak-anak jalanan? Kasihan mereka sudah menunggku…jawab Kartini, terlihat anggukan kepala Ibunya tanda setuju.

Anak-anak jalanan yang berjumlah 20 orang beragam usianya, mereka ada yang DO dari tingkatan SD sampe SMP, sudah beberapa menit mereka menunggu Kartini, bagi mereka sosok Kartini adalah pelita penyejuk dahaga disaat mereka haus akan ilmu yang tidak sempat mereka dapatkan karena terbentur biaya yang sangat mahal walaupun tahapan SD dan SMP dikampanyekan sekolah gratis tapi… tetap saja bagi orang tua mereka sangat membebani perekonomian karena orang tua mereka rata-rata hanya sebagai pedang kecil, buruh bangunan  atau hanya sebagai pemulung sampah yang tidak seberapa penghasilannya.

Beruntunglah Kartini sempat kuliah dan baru lulus menjadi Sarjana Pendidikan  dengan spesialisasi pendidikan Psikologi. Ayah Katini seorang guru di Madrasah Diniyah di desanya, dan Ibunya turut menopang ekonomi keluarga dengan menjahit pakaian.

“Assalamu’alaikum sahabat semua…:ucap Kartini, Wa’alaikum salam  selamat datang kak Kartini sambut anak-anak asuhnya. Kalian sehat kan hari ini? Itulah sapaan yang selalu terucap dari bibir Kartini. Alhamdulillah Kak…. Nah sahabat-sahabatku seperti yang telah ditugaskan kemarin hasilnya akan Kakak periksa sekarang, ayo kumpulkan dulu buku tugasnya! pinta Kartini, mereka berebutan menyerahkan PR dengan senang hati terlihat semangat belajar dari anak-anak didiknya.  Kartini memberi tugas berdasarkan tingkat usianya, dia sangat memahami kemampuan anak asuhnya berbeda-beda, dengan bekal ilmu saat ia kuliah maka anak-anakpun sangat senang belajar dengan cara yang disampaikan Kartini. Nah sahabat semua  sekarang kita akan belajar ilmu agama, berkelompoklah kalian seperti biasa kakak akan membagikan tugas baru yaitu bagaimana kita belajar Al-Quran berdasarkan  ilmu tajwidnya, oke Kakak bagi untuk usia 4-5 tahun tuliskan  huruf arabnya dari buku iqra, untuk yang sudah bias baca juz amma buka dari surat Al-Fatihah sampai dengan surat  Ad-Dhuha, untuk yang sudah lancar membaca Al-Quran  pelajari surat Yasin, usahakan dalam waktu 20 menit bisa diselesaikan, apakah sahabat semua paham? Tanya Kartini. Ya Kak, jawab mereka  kompak.

Alhamdulillah saat azan Ashar tiba, ayo kita istirahat dulu tuk berjamaah sholat Ashar, dengan patuh anak-anak berebut mengambil air wudlu… Tanpa disadari Kartini ada seseorang mengamati kegiatan disanggar belajar anak-anak jalanan, ia seorang pemuda yang sebetulnya masih tetangga Kartini, hanya selama bertahun-tahun merantau mencari ilmu dimanca Negara (Arab Saudi), setelah selesai kuliah ia pulang tuk menegok keluarganya. Tanpa sengaja Kartinipun melihat pemuda itu, ada desir aneh menghampiri hati Kartini, ah siapa dia? Namun bacaan iqomat membuyarkan lamunannya segera bergegas mengambil shaf tuk berjamaah. Pemuda itupun ikut berjamaah ashar.

Usai menunaikan shalat kembali Kartini bergabung kembali dengan anak-anak, baiklah sahabat semua hasil pekerjaan kalian akan kakak bawa kerumah karena kakak akan melaksanakan amanat ibu tuk mengantarkan baju kerumah ibu Parti, mereka segera duduk rapih berdoa menutup kegiatan belajar di hari itu.

Sesampainya dirumah Bu Parti Kartini memencet bel yang terpasang dekat pintu, Assalamu’alaikum… ucap Kartini, Wa’alaikum salam terdengar suara lembut Bu Parti, silahkan masuk, Nak Kartini… kemana Ibumu? tanya Bu Parti, maaf Ibu tidak bisa mengantarkan langsung pakaian Bu Parti, karena Ibu sedang mengunjungi Bibi Salma yang sedang sakit, jelas Kartini,  oh… ga apa-apa sama saja. Silahkan pakaian ini dicoba dulu Bu, barangkali ada yang kurang pas pinta Kartini, bu Parti mencoba baju dikamarnya, sambil duduk  mata Kartini tertuju pada foto keluarga  yang terpampang didinding sudut ruang tamu, alangkah terkejutnya Kartini saat melihat foto pemuda yang pernah dilihatnya saat shalat ashar tadi, entahlah hati Kartini berdegup kencang, Subhanallah perasaan apa ini? hati Kartini bertanya, coba Nak Kartini, lihat nih bagus kan pakaian ini ? goda Bu Parti  sehingga membuyarkan kegelisahan hati Kartini, betul Bu sangat pantas Bu Parti memakai gaun ini, puji Kartini, memang sangat pandai ibu Fatimah dalam menjahit baju, Bu Parti balas memuji, nah  ini ongkos jahitnya, terima kasih Bu, saya pamit, Assalamu’alikum langkah kaki  Kartini, diantar Bu Parti menuju pintu depan.

Setelah menutup pintu pagar tanpa sengaja buku tugas anak didiknya terjatuh, sambil memungut buku tanpa diketahui Kartini, sosok pemuda membantu mengambil sisa buku, kedua kalinya Kartini terkejut gerangan dia berjumpa kembali dengan pemuda yang ternyata putra tunggal bu Parti, terimakasih kak… ucap Kartini yang terlihat sangat gugup, terima kasih Kak.. dengan malu-malu Kartini berlalu, sama- sama, jawab pemuda itu, mari Kak, Assalmu’alaikum…, Kartini bergegas pulang.

Sesampainya dirumah  ia merebahkan tubuhnya di tempat tidur, entahlah bayangan pemuda  tadi tak bisa lepas dalam benak Kartini  Subhanallah  ia segera menyebut Asma Tuhannya, Ya Robbii jangan Engkau biarkan hamba-Mu ini larut dalam angan-angan syahwat tak berguna, doa Kartini, saat menjelang maghrib ayahnya pulang dari Madrasah, Assalamu’alaikum…. Nak, Ibumu belum datang? Tanya ayahnya, belum Ayah…, tadi siang ibu berpesan mungkin agak malam pulangnya kan rumah bibi Salma jauh, Ayah nanti mau ke masjid ada undangan rapat pengurus DKM acaranya setelah sholat maghrib, jelas ayahnya Kartini, baik Ayah,  apa… Ayah mau makan? akan aku siapkan…. Nanti saja kita makan malam bersama-sama ibumu… Oh kalau begitu Kartini mau siap-siap sholat sebentar lagi azan.

Sekitar pukul 18.45 Bu Fatimah tiba dirumah, Assalamu’alaikum…. suara Bu Fatimah, wa’alaikumussalam… Alhamdulillah Ibu pulang dengan selamat, jawab Kartini sambil membukakan pintu depan, sambil mencium tangan ibunya, Kartini ingin tahu keadaan bibinya, Bibi Salma sakit apa Bu? tanya Kartini, bibimu sakit demam disertai batuk flu, kasihan baru bisa berobat, Ibu sempat mengantarkan Bibimu ke dokter karena Pamanmu belum pulang masih diperjalanan dari Bandung. Bu… Ayah sedang ke masjid ada acara pertemuan pengurus DKM, belum makan, kata ayah nanti  makan bareng Ibu, Kartini menjelaskan  kepada ibunya, oh ya ini Bu ongkos jahit dari Ibu Parti, ia menyerahkan amplop, Bu  saya baru tahu kalau putranya bu Parti  sudah kembali dari Negeri Arab, tadi siang ketemu tanpa sengaja bersama berjamaah sholat ashar… kemudian saat mengantarkan baju  ketemu lagi, tanpa malu-malu Kartini bercerita,… Oh ya, jadi Nak Nata Aditya  sudah kembali, apa sudah selesai kuliahnya?  Tadi Kartini melihat foto keluarga di ruang tamu mungkin acara wisuda soalnya ia memakai baju toga, Alhamdulillah… memang Nak Nata itu anak yang baik, sekitar 5 tahun bu Parti berharap agar anak tunggalnya lulus dan bisa mengamalkan ilmunya di sini… kalau tidak salah mengambil jurusan ekonomi syariah,.. jelas ibunya.

Azan shubuh berkumandang memecahkan gelap malam menyambut fajar,  bergegas ia mengambil air wudlu karena tertidur kembali setelah shalat tahajud  tadi, astagfirullah kenapa mataku ngantuk sekali padahal aku dah berusaha dzikir sambil menunggu waktu shubuh. Rutinitas di rumah  ia selalu membantu ibunya menyiapkan segala sesuatu dari menyiapkan sarapan pagi beres-beres rumah dan lainnya, bagi Kartini tidak ada kamus malas, ia sangat menghargai waktu dan iapun segera bersiap untuk mengajar di sebuah SMA  yang berjarak sekitar 1 km dari rumahnya.

Sebagai guru honorer, Kartini selalu tepat waktu datang  disekolah  tutur kata yang sopan dan kerendahan hatinya, menjadi daya tarik tersendiri, sehingga disenangi kawan mengajar bahkan siswanya, diruang BP/BK tidak pernah sepi dari kunjungan siswanya untuk berkonsulatasi dengannya, biasanya ruang BP/BK memiliki konotasi ruang untuk anak-anak yang bermasalah, namun sejak kehadiran Kartini di sekolah itu semakin dirasakan suasana yang menyenangkan, karena Kartini sangat sabar memberikan layanan bimbingan.

Setiap  hari minggu  Kartini selalu menyempatkan untuk membimbing anak jalanan, ia memberikan berbagai macam pelajaran namun sangat diprioritaskan pendidikan agama dan budi pekerti, ia begitu prihatin dengan kondisi masyarakat yang makin hari sangat mementingkan individualsme banyak kaum terpelajar yang cuek melihat lingkungan disekitarnya sudah mulai luntur akan kultur dan kekhasan budaya masyarakat yang saling tolong menolong. Hati Kartini sering menangis tatkala menyaksikan diperempatan lampu merah banyak anak usia sekolah tidak bisa bersekolah, sehingga ia bertekad selama ada kesempatan ia akan raih anak-anak jalanan agar memiliki ilmu secara non formal.
Kali ketiga Kartinipun kembali berpapasan dengan Nata Aditya, kali ini Aditya (nama panggilan keluarga)  duluan menyapa, Dik masih mengajar anak-anak yang putus sekolah?  Masih Kak… jawab Kartini singkat. Boleh ga Kakak ingin mengetahui motivasi Dik Kartini melakukan semua itu, jarang lho seusia Adik mau menghabiskan waktunya bersama anak jalanan?...Aditya sangat penasaran dengan aktivitas gadis semanis Kartini.  Dengan lancar Kartini memaparkan bahwa ia bercita-cita sejak kecil agar menjadi orang yang berguna bagi sesama  apapun provesinya,  jadi dengan senang hati ia mengisi waktu luangnya setiap hari minggu  bergabung dengan anak asuhnya, Aditya hanya tertegun mendengar ucapan Kartini, rasa simpati mulai memasuki hati nurani Aditya, ah… alangkah mulianya gadis ini, jaman modern seperti sekarang bisa dihitung dengan bilangan jari orang yang tulus tanpa pamrih bekerja membebaskan kebodohan dilingkungannya, puji Aditya dalam hati. Nata Aditya menjadi malu, dirinya belum bisa berbuat baik

Lima bulan sudah berlalu, dengan penuh rasa hormat Aditya mengungkapkan isi hatinya ke Bu Parti, Bu…setelah Adit berfikir merenungkan kehidupan, rasanya ada yang belum lengkap bila Adit tidak melaksanakan sunah Rosul untuk melengkapai ibadah kepada Allah, izinkan Adit dapat menikah dengan Kartini… apak ibu mengizinkan? pinta Adit  dengan hati-hati, Wah rupanya anak ibu sudah mulai memikirkan jodoh nih, goda Bu Parti, bagi seorang ibu, akan bahagia sekali anaknya mendapat jodoh, terlebih pilihanmu kok sama ya dengan keinginan hati ibu … dengan ungkapan bahagia keduanya berpelukan, tapi… tunggu apa nak Kartini tahu kau kamu suka kepadanya? Begitulah Bu Parti mengucapkan sambil ada kekhawatiran, apakah  Kartini menyambut anaknya juga?,… memang Adit belum bertanya langsung sama dia, tapi Adit selalu berdoa agar Allah menjodohkan Kartini dengan Ku, yah sudah nanti kalau Ayah sudah dating dari merantau kita ngobrol,  kalau ayahmu setuju kita coba melamar ke keluarga Bu Fatimah.

Siang itu begitu terik sehingga peluh mulai membasahi badan Kartini sepulang ngajar dari SMA, ketika turun dari angkot, dan memasuki Gang Mawar, kebetulan Aditya pun baru pulang kerja, Dik… Kartini, Adit memanggil Kartini yang hanya berjarak beberapa meter ..oh Kakak Adit, baru pulang? Adik dari mana? Aditya  balik tanya,  Dari sekolah Kak, kalau pagi saya ngajar di SMA, jelas Kartini, ohhh waktumu sangat padat ya, boleh saya bertanya Dik Kartini? Ini masalah pribadi,  sambil melangkahkan kaki Aditya memberanikan diri menanyakan  apa yang dirasakan hatinya selama ini. Kartini sangat kaget tatkala ungkapan kagum berlanjut mengarah kepada pertanyaan yang sama dirasakannya. Dik.. apakah ada seseorang dihatimu?.... bila berkenan ijinkan kakak ingin mendampingi hidupmu…. Belum sempat Kartini  menjawab tak terasa  telah sampai didepan rumah Katini, ia hanya  terdiam lidahnya terasa kelu, rasa malu bercampur haru, hanya senyuman yang bisa Kartini ungkapkan mewakili suasana hatinya.

Ya Allah, benarkah apa yang kudengar tadi? Apakah hamba-Mu ini juga mengharapkan pasangan hidup pada kak Nata Aditya? hati Kartini semakin galau, tapi Kartini selalu menyandarkan rasa, gerak hati dan langkah raga hanya kepada Allah SWT, Ia yakin Dia-lah  yang akan memberikan pasangan terbaik untuk para hamba-Nya.

Sejak pertemuan di Gang Mawar tersebut, Aditya dan Kartini sering terlihat bersama, bahkan Aditya sangat senang membantu Kartini membimbing anak-anak jalanan.

Tanpa terasa waktu berlalu, akhirnya Keluaga Kartini menerima pinangan keluarga Aditya, kedua keluarga bersepakat akan menyelenggarakan Walimatul ’Urusy (acara pernikahan), pada bulan syawal (bulan pada hari Raya Idul Fitri ), maka kesibukan demi kesibukan mulai tampak dirumah Kartini, ayahnya  mulai memulas rumahnya dicat dengan warna hijau muda  sehingga semakin asri karena sekeliling rumah sudah tertanami bermacam-macam pohon, bunga, tanaman apotik hidup yang terawat sempurna

Akhirnya calon pengantin pria beserta rombongan keluarga besar Aditya diterima dan disambut dengan penuh kebahagiaan oleh keluarga besar Kartini, seremonial acara pernikahan diawala dengan lantunan ayat suci Al-Quran sebagai pembuka, sambutan-sambutan penyerahan dan penerimaan kedua calon pengantin berjalan lancar, nasihat khutbah nikah diikuti secara kusyu hingga akad nikah yang dipandu petugas KUA,  Ayah Kartini langsung menikahkan putri kesayangannya, kebahagiaan Kartini dan Nata Aditya lengkap sudah karena anak-anak asuhnya semua hadir turut mensukseskan acara yang sangat membahagiakan buguru tercintanya.

Dua minggu sudah Kartini menjadi istri Nata Aditya mereka terlihat sangat bahagia, sementara kegiatan disanggar belajar tetap berlangsung, karena selama membimbing Kartini terbiasa menunjuk tutor sejawat dari kalangan anak asuhnya, sehingga bukan menjadi hamabatan ketika Kartini, mulai berbagi waktu, sebagai seorang istri dan tetap sebagai guru di sekolahnya, juga disanggar belajar. Kini ia semakin mamahami arti dan nilai waktu, bagi Kartini, waktu sangat berharga yang selalu diisi dengan berbagai aktivitas ibadah, sehingga pada suatu hari  sejak lama bulan pernikahannya dengan Aditya,  harus pindah tugas bekerja dikota karena sang mertua membuka cabang biro perjalanan haji dan umroh. Kartini harus rela mengikuti karir sang suami, karena itu adalah menjadi kewajiban utama seorang istri shalihah, dengan berat hati harus berpisah dengan anak didiknya.

Anak-anak jalanan menagis saat melepas sang pelita ilmu, mereka begitu mengagumi kepribadian Kartini, ramah, sopan, rendah hati menyayangi yang muda, patuh kepada orang tua, banyak nasihat bermakna yang selalu ditanamkan Kartini kepada anak asuhya harus jujur, saling menyayangi, namun perpisahan harus terjadi,  hanya ungkapan terucap  Kak Kartini ”Selamat jalan”, Kartini memeluk anak- anak asuhnya dengan penuh kasih sayang walau isak tangis terpecahkan ia tetap meyakinkan anak asuhnya entah kapan ia akan kembali bersama mereka, sebuah mobil  kijang menghampiri mereka, mengakhiri perpisahan dengan anak asuhnya, dengan ucapan doa  yang terucap dari mulut Aidtya,  akhirnya Kartini berserta rombongan keluarganya meninggalkan anak-anak jalanan itu, Kartini tak mau melepaskan lambaian tangannya, anak-anak asuhnyapun tak hentinya berucap salam selamat jalan ... .

Tidak ada komentar:

Posting Komentar